Senja Keempat: Si Pencerita Sakti

Image result for pinterest vintage film
(Gambar: pinterest)


Halo sobat senja!

            Diperjumpaan kali ini kita kedatangan si pencerita sakti yaitu film! Dan seperti biasa kita akan mengulik secara intens tentang teman kita ini.

            Sebagai satu dari sekian media massa yang ada, dalam penggunaanya film tidak hanya sebagai media untuk mencerminkan realitas namun juga membentuk realitas. Menurut UU nomor 33 tahun 2009, film berpengertian sebagai karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.

Nah, sebagai benda seni, film harus bersifat inderawi, maksudnya adalah film harus dapat diindera oleh masyarakat umum terutama dalam bidang seni, namun sebagai benda seni film hanya dapat dinikmati melalui indera penglihat atau visual dan pendengar atau radio, tidak dengan indera pembau atau peraba.

            Secara harafiah, film atau sinema dimengerti sebagai cinematographie, yang berasal dari kata cinema yang berarti gerak, tho atau phytos yang berarti cahaya, dan graphie atau grhap yang berarti tulisan, yang disimpulkan sebagai lukisan gerak dengan cahaya. Untuk ini diperlukan alat khusus untuk melukis gerak dengan cahaya yang bernama kamera, maka dari itu film tidak jauh jauh dari konteks “kamera” melalui konsep sinematografi.

Berikut adalah tiga fungsi film:
1.      Sebagai medium ekspresi seni peran yang berkaitan erat hubungannya dengan seni

2.      Sebagai tontonan yang bersifat dengar-pandang (audio-visual) atau dapat dikatakan sebagai hiburan

3.      Sebagai sarana penyampaian pesan apapun yang bersifat audio-visual, oleh karena itu film berkaitan erat dengan informasi!


Setelah berkenalan secara singkat, ada baiknya kita memperdalam pengetahuan kita tentang si pencerita sakti ini, berikut adalah sejarah dari terciptanya si pencerita sakti yaitu film!

Sejarah film

-          The Edison Lab

Berawal dari Thomas Edison dan asistennya yaitu William Dickson yang mengembangkan fotografi, dimana pada tahun 1889 Dickson menyempurnakan sebuah mesin yang disebut kinetsocope dan menjelaskan bagaimana alat itu bekerja.

·      The Nickelodions

The Nickelodions melanjutkan perkembangan film-film karena mereka mempercayai bahwa film-film memberikan keuntungan melalui penonton.

-          Zukor dan Griffith

Seorang tokoh bernama Adolph Zuckor membuat sebuah tindakan yaitu meniru pembuat film dari Eropa dengan membuat film berdurasi lebih panjang yang mana film itu menjadi mahal!

-          Lahirnya MPPC

Pembuatan film yang terjadi selama dekade tahun 1908-1918 memberikan dampak yang besar dalam dunia perfilman. Sebagai dasar dari struktur ekonomi dalam industri film, pusat pembuatan film berpindah ke West Coast dan para produser indie saling berupaya untuk mempertahankan studio utama yang menjadi kekuatan penting dalam industri tersebut.

-          The Star Sistem

Pada tahap ini ada dua aktor/aktris yang dinobatkan sebagai aktor/aktris terbaik, yaitu Marry Pickford dan Charlie Chaplin, kronologisnya sebagai berikut:

a.       Pada tahun 1913, Film Chaplin meraup 150 US Dollar setiap minggunya dan Marry Pickford meraup 1000 US Dollar dalam seminggu.

b.      Pada tahun 1918, Marry Pickford meraup 15.000 hingga 20.000 US Dollar setiap minggunya

c.       Dan pada tahun 1919, star system mencapai keputusan akhirnya, dimana Chaplin dan Pickford pun turut hengkang.

-          The Roaring Twenties

Antara tahun 1914 sampai 1924, biaya yang diperlukan untuk sebuah fitur film meningkat hingga 1500%!. Upah, lokasi syuting, kostum, alat pendukung, dan hak untuk menjadi best sellers semua itu dikontribusikan melalui anggaran pembuatan film.

-          The Coming of Sound

Pada tahap ini, industri film memulai inovasi untuk memikat penonton. Misalnya Becky Sharp yang membuat proses baru bernama technicolor pada tahun 1935. Film kartun animasi juga mulai menarik penonton dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal-hal tersebut menjadi pemacu untuk Hollywood dalam memproduksi lebih banyak lagi film, hampir 400 film per tahun yang diproduksi selama tahun 1930-an.

-          The Studio Years

Dalam tahap ini terjadi berbagai lika-liku dalam dunia perfilman, namun tidak menghambat perkembangan industri film.

-          Industri Film Bereaksi Terhadap TV

Ketika televisi mulai membangun audiens dalam jumlah yang besar selama tahun 1940-an, namun kehadiran industri film memotong perkembangan industri televisi dan hal ini menjadi keuntungan terhadap industri film.

-          Rekonstruksi: Industri Film 1960-1990

Memudarnya studio besar dan afiliasi dekat dengan persaingan lama bersama televisi menjadi garis besar pada tahun 1960, kenaikan secara kontinyu dari produser-produser indie menyebabkan hilangnya kekuasaan para petinggi besar dalam industri film bersamaan dengan studio-studio besar.

-          Tren Kontemporer dalam Film

20 lebih tahun terakhir memberikan keuntungan yang amat banyak untuk industri film, meskipun hanya sedikit peningkatan kecil yang terjadi di bioskop, namun harga tiket yang tinggi mendorong pendapatan box office untuk mencapai rekor.



Setelah mempelajari sejarah terciptanya pencerita sakti dari negeri sebrang, sekarang ayo kita pelajari bagaiman si pencerita sakti muncul di nusantara!

Sejarah Film di Indonesia


Film Pertama di Indonesia

            Film pada pertama kali nya di putar di Indonesia pada tanggal 5 Desember 1900, pada awalnya film dijuluki sebagai “gambar hidup”. Menurut iklan bintang Betawi edisi tersebut film dikenal dengan pertunjukkan bertajuk “Pertoendjoekan Besar Yang Pertama” yakni di Tanah Abang, Kebon Jahe (Manage) yang mulai pada jam 7 malam. Film yang pertama di putar di bioskop Kebon Jahe adalah dokumentasi dari jepretan-jepretan ketika Rahu Wilhelmina dan Pangeran Hendrik berada di Den Haag, beberapa adegan-adegan yang ditiru, dan Perang Boer yang terjadi di Transvaal, juga potongan pendek tentang pameran di Paris (Mrazek, 2006)

Walaupun film-film yang pertama kali ditayangkan di Indonesia bukan film dalam negeri, namun peminat dari penduduk lokal pada zaman itu tidak sedikit. Fenomena yang perlu dicatat adalah lahirnya film Loetoeng Kasaroeng (1926) yang menunjukkan perpaduan antara wayang, sandiwara, dan film, serta persoalan-persoalan daya hidup seni tradisi dalam pertumbuhan kota-kota yang sangat dinamis. Film Loetoeng Kasaroeng menadi perintis lahirnya perfilman Indonesia.

Hari Film diperingati setiap tanggal 30 Maret karena pada tanggal tersebut pengambilan gambar film pertama Darah & Doa atau Long March of Siliwangi dilakukan dan disutradarai oleh H. Usmar Ismal, yang menjadi bapak film Indonesia. (tirto.id), sedikit mengenai bapak film Indonesia, beliau dilahirkan di Bukittingi pada 20 Maret 1920, filmnya yang menjadi highlight dan monumental adalah film Darah dan Doa (1950) yang dikerjakan oleh beberapa pihak sebagai kelahiran pertama film nasional Indonesia, dan hari pertama pembuatan filmnya yaitu 30 Maret ditetapkan oleh pemerintah orde baru sebagai hari film nasional.

            Ada beberapa alasan khusus mengapa film Darah dan Doa dijadikan sebagai penanda bangkitnya industri perfilman Indonesia, film ini menceritakan perjalanan panjang (long march) para prajurit Indonesia dan keluarga mereka dari Yogyakarta menuju pangkalan utama mereka yang bertempat di Jawa Barat.

Sobat senja, seperti yang kita ketahui film memiliki berbagai macam genre dan berikut adalah beberapa dari sekian banyak genre film yang ada di Indonesia maupun di dunia sekarang ini.

            Ada film cerita, film dokumenter, film kartun, film action (yang berfokus pada aksi si aktor/aktris), film petualangan, film komedi, film kejahatan dan gangster, film drama, film epos atau historical (mengenai sejarah dunia), film horror, film musikal/tarian, film sci-fi yang berkepanjangan science fiction (fiksi dan ilmu pengetahuan), dan film perang.

Seru bukan sobat senja berkenalan dan belajar mengenai film? Nah, jangan lupa kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus turut berpartisipasi dalam mendukung perfilman di Indonesia melalui mengapresiasi film-film dalam negeri,bukan berarti hanya menonton film yang diproduksi oleh orang Indonesia lho, tapi jangan sampai mengabaikan karya anak bangsa!

            Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk bertemu lagi dengan kami sobat senja, kami tunggu kalian di postingan berikutnya, salam senja! 


--------------------------------------------------------------------------------------------

Referensi:

Dominick, Joseph R. 2004. The Dynamics of Mass Communications: Media in the Digital Age. United States: Mc Graw-Hill.

Komentar

Postingan Populer